Crowdsourcing?

Baru saja berbincang-bincang dengan salah seorang senior (sekaligus mentor) di kantor mengenai site yang menyelenggarakan kontes bagi siapapun yang bisa menyelesaikan masalah (problem solving) di suatu perusahaan dengan imbalan yang setimpal. Suatu business model yang powerfull dari sisi perusahaan. Bisa anda lihat di sini.

Tentu saja powerfull. Bagaimana tidak, coba kita bayangkan, hanya dengan modal $10K bagi pemenang, perusahaan bisa mendapatkan modelling untuk memprediksi kapan pelanggan supermarket akan datang kembali dan berapa banyak yang dihasilkan dengan data setahun sebelumnya dan perbaikan akurasi sampai dengan 208%. Studi kasus dapat dibaca di sini.

Sedikit banyak hal ini mengingatkan saya pada kuliah sebelumnya mengenai Data Mining (penambangan data) dimana kita mempelajari salah satunya tentang predictive model (ada beberapa pilihan metode seperti : Association, Clustering, Classification, dan banyak lagi lainnya). Dan tampaknya site Kaggle tersebut memang banyak melemparkan masalah yang berkaitan dengan data dan pemodelan prediksinya.

Kembali, konsep yang demikian ternyata pernah ditulis juga waktu tugas kelompok kuliah sebelumnya. Berdasarkan pengaruh TI terhadap organisasi dari aspek strategy & capability, konsep crowdsourcing ini kami masukkan dalam kategory Emerging Opportunity, dimana pengaruh terhadap strategi tinggi dan pengaruh terhadap kapabilitas rendah.

Crowdsourcing merupakan strategi dimana bagian dari service yang dibutuhkan diserahkan kepada khalayak (crowd-based outsourcing). Istilah ini dicetuskan pertama kali tahun 2005 oleh Jeff Howe & Mark Robinson, editor Wired Magazine, mengenai konsep suatu bisnis yang memanfaatkan internet sebagai sarana outsource pekerjaan-pekerjaan yang diserahkan ke individu-individu. Daren C. Brabham di tahun 2008 mendefinisikan Crowdsourcing sebagai suatu “online, distributed problem-solving and production model”.

Ternyata ketika berbincang-bincang, mentor saya menceritakan pula pengalamannya ketika menerima pekerjaan secara crowdsourcing. Diceritakan saat itu suatu perusahaan membutuhkan modul konversi dalam rangka migrasi suatu sistem dan dipublish pada suatu site. Beliau yang telah beberapa kali menangani migrasi sistem kemudian apply dan pekerjaannya diterima.

Bagaimana dengan kondisi sekarang? Industri yang mungkin mudah diidentifikasi adalah industri konten kreatif seperti komik, anime, atau film animasi. Mungkin kita masih ingat orang Indonesia yang berperan dalam pembuatan film Transformer. Andre Surya ikut terlibat dengan menangani manipulasi lighting. Kita lihat bagaimana pekerjaan / proyek yang begitu besar dapat dipecah per bagian dan diserahkan pada khalayak. Dengan langkah dan strategi yang tepat, dapat didapatkan layanan dengan harga relatif murah dan kualitas yang bagus (ingat bahwa peserta kompetisi Kaggle adalah orang-orang yang ahli dalam bidangnya sampai dengan tingkat Profesor).

Amazon pun telah menyediakan marketplace dimana kita bisa meng-crowdsource-kan proyek kita atau bekerja pada proyek tersebut. Marketplace ini disebut Amazon Turk, dengan tagline Artificial Artificial Intelligence. Bagaimana ia bekerja bisa kita perhatikan pada gambar di bawah :

Pemilik proyek cukup mengidentifikasi pecahan-pecahan pekerjaan yang akan di-crowdsource-kan. Tapi tentu saja hal inilah yang paling krusial bagi pemilih proyek. Diperlukan analisis dari SME agar didapatkan pecahan-pecahan yang paling menguntungkan, mulai dari kombinasi load, dependensi antar pecahan, teknologinya, dan bagaimana integrasinya. Ketika worker mengirimkan pekerjaannya, hal lain yang diperhatikan pemilih proyek sebelum memutuskan untuk disetujui atau ditolak, adalah bagaimana menguji dan mengintegrasikan pecahan-pecahan yang didapatkan (masih berkaitan dengan langkah sebelumnya).

Pertanyaan selanjutnya adalah : bagaimana dengan Indonesia ?
Sayangnya, menurut saya, konsep ini akan bertentangan dengan paham sebagian besar masyarakat bahwa bekerja haruslah mendapat kepastian pemasukan (*walaupun bagaimanapun output pekerjaannya). Kita lihat saja bagaimana outsourcing ditolak dimana-mana. Terlepas dari politik atau kecurangan di belakangnya, konsep outsourcing sesungguhnya menguntungkan kedua pihak, bagi perusahaan maupun bagi pekerja. Perusahaan dapat memangkas biaya yang tidak diperlukan dan pekerja bekerja sesuai dengan expertise-nya.

Jadi berdasarkan teori-teori tersebut, peluang apa yang dapat kita ciptakan di dunia global ini ?

1 thought on “Crowdsourcing?”

  1. hire preman adalah business crowdsourcing para pemilik modal besar yang ribuan tahun tetap ada. kalau outsource premannya kurang kuat, maka akan terus ada preman lain yang menggantikannya, sementara pemilik modal besar cenderung tidak berganti. hehe. ekstrim case.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s