Wayang Climen

Kapan terakhir kali nonton wayang kulit?

Di bulan Agustus kemarin, sebulan penuh dalam rangka memperingati hari kemerdekaan RI, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengadakan pertunjukan wayang virtual setiap malam lewat beberapa channel YouTube. Format pertunjukannya climen saja, 2-3 jam maksimal dan tidak sampai semalam suntuk.

Climen dapat diartikan ringkas atau sederhana, seperti dijelaskan dalam bausastra di atas. Fomat wayang climen ini sudah cukup lama beredar di pasaran, tentunya dengan berbagai pertimbangan dan tidak semata-mata hanya mengikuti kemauan masyarakat akan budaya instan saja. Menurut Ki Jlitheng Suparman (inisiator Wayang Kampung Sebelah), beberapa pemikiran di balik Wayang Climen ini antara lain:

  • Pementasan wayang semalam suntuk kadang akan mengganggu aktivitas masyarakat yang semakin tinggi beban hidupnya. Meskipun hal ini kemudian dapat menjadi perdebatan tersendiri. Penganut aliran mainstream mungkin akan berpendapat bahwa wayang yang semalam suntuk itu salah satunya tujuannya adalah menjadi sarana masyarakat untuk bertirakat, mengorbankan sebagian waktu lek-lekan untuk melihat tontonan, tuntunan dan permenungan pribadi.
  • Pemotongan durasi ini justru akan menuntun dalang untuk lebih berkreasi menyampaikan pertunjukan tanpa kehilangan esensi cerita dan pesan moralnya. Dengan demikian beberapa adegan atau suluk yang tidak banyak mendukung alur cerita dapat dipotong, limbukan juga dikorbankan tetapi dikompromikan agar tokoh-tokoh sampingan dapat mendukung alur cerita.
  • Pada akhirnya adalah tanggapan wayang dapat lebih terjangkau oleh masyarakat karena peraga pendukung (sinden, asisten dalang, dan niyaga) lebih sedikit. Sudah menjadi keprihatinan bersama bahwa tanggapan wayang memang dirasa cukup mahal dan semakin jarang dilakukan.

Akan tetapi dengan perkembangan teknologi informasi dan adanya kondisi pandemi yang mengharuskan semua kegiatan di rumah saja, serta larangan untuk berkumpul dalam jumlah banyak; Live Streaming via YouTube ternyata dapat menjadi salah satu alternatif bagi pada dalang yang akan mengadakan pertunjukan wayang (tentunya dengan tetap dibayar). Terbukti dengan pertunjukan wayang virtual oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan selama 30 hari tersebut, menjadi salah satu pemantik untuk diadakan kegiatan serupa di tempat lain.

Ki Seno Nugroho, yang akun Youtube-nya sudah verified, dalam kondisi pademi ini pun hampir tiap hari mengadakan pertunjukan wayang kulit secara live streaming. Beliau juga salah satu penggerak wayang climen dengan basis massa pendukung yang lumayan banyak dan didominasi milenial. Bahkan dalam pertunjukannya, banyak pakem yang dibongkar oleh beliau: tokoh-tokoh yang sakral dan berwibawa sering dibawakan dengan guyonan; tokoh panakawan diberikan porsi pertunjukan yang banyak, bahkan sering pula menjadi lakon utama; bahasa yang dibawakan juga lebih ringan dan mudah dipahami.

Agaknya, seni dan budaya memang tidak pernah mati. Dia akan bertransformasi mengikuti perkembangan jaman. Sama seperti air, yang ketika terbentur halangan akan mencari jalan bahkan lewat celah terkecil untuk akhirnya sampai ke muara. Dan siklus air pun terus berlanjut, demikian pula seni budaya di setiap generasi.

Leave a comment