Kresna Duta – Sujiwo Tejo

Berawal dari tweet Sujiwo Tejo yang mengundang untuk nonton wayangannya Sabtu 8 Februari kemarin, maka berangkatlah kami untuk menonton.
Tetapi tak dinyana, tak dikira ternyata acara malam itu adalah acaranya Yayasan Kertagama yang memperingati ulang tahun salah satu pembinanya yang adalah mantan Menteri Penerangan Republik ini, H. Harmoko.

Maka acara malam itu dimulailah dengan sambutan ketua Yayasan Kertagama, bu Sri Teddy Rusdy yang merupakan tokoh utama dalam buku Sujiwo Tejo berjudul Kang Mbok.
Acara berlanjut dengan pemotongan tumpeng sebagai tanda perayaan ulang tahun ke-75 Bapak Harmoko.

Semua tamu penting diundang untuk mengambil nasi tumpeng sebagai wujud berkah yang melimpah bagi pak Harmoko dan semua kolega. Tak terkecuali dalang kita yang akan pentas malam itu, Sujiwo Tejo.

Kendati acaranya dimulai pukul 8 malam, kami sampai di Omah Btari Sri sekitar pukul 6 ketika hari belum gelap dan masih sepi pengunjung. Panitia masih tampak berbenah untuk memastikan semua persiapan sudah diperiksa. Panggung pakeliran pun sudah ditata sedemikian rupa.

Sebelum pertunjukan wayang dimulai, bu Sri Teddy Rusdy dan pak Harmoko menyerahkan wayang berupa Kresna dan tokoh carangan Aryo Harmoko kepada sang dalang Sujiwo Tejo sebagai tanda restu untuk memulai pagelaran.

Maka bersiaplah dalang menghadap kelir untuk memulai pertunjukannya.

Dengan beberapa sabetan gunungan dan diiringi gending-gending pembuka, maka dimulailah adegan demi adegan wayang kulit bertajuk Kresna Duta malam itu.

Pertunjukan dimulai dengan adegan berlatar di kerajaan Wirata dimana prabu Matswapati disowani oleh para Pandawa beserta Dewi Kunti, sang Ibu, dan Dewi Drupadi. Kemudian datanglah prabu Kresna pada pasewakan itu karena ternyata sudah dua kali Pandawa mengirimkan dutanya untuk menagih janji pada Kurawa. Yang pertama adalah ibu Kunti dan karena gagal dipilihlah prabu Drupada sebagai duta Pandawa. Karena sudah dua kali gagal maka yang ketiga kalinya ini Kresna mengajukan diri untuk mewakili Pandawa menuntut haknya.
Ada adegan yang menggelitik dimana Arjuna digoda oleh Kresna untuk titip salam pada siapa dalam perjalanannya ke Astina ๐Ÿ™‚

Maka berangkatklah prabu Kresna menuju ke Astina untuk menunaikan tugasnya sebagai duta. Untuk menemani perjalannannya, Kresna meminta kusirnya yang setia yang adalah adik iparnya, Raden Setyaki, mengemudikan kereta Jaladara.

Berganti adegan, Limbuk dan Cangik sedang bersukaria menyanyi-nyanyi. Lalu datanglah seorang paruh baya yang tidak berpakaian selayaknya wayang. Beliaulah bapak Aryo Harmoko yang sedang bersafari ramadhan untuk mengumpulkan aspirasi rakyat Astina untuk kemudian akan disampaikan kepada para petinggi kerajaan itu.

Sama halnya dengan Limbuk dan Cangik, para kawula alit lainnya pun menyampaikan kegelisahannya akan kondisi negara Astina kepada pak Harmoko.

Di kraton Astina, sedang berlangsung pasewakan yang diadakan Prabu Duryudana dihadiri oleh para petinggi kerajaan. Tampak hadir Dewi Gendari (ibu para Kurawa), Resi Drona, Prabu Salya, dan Raden Basukarna. Mereka membicarakan bagaimana sebaiknua posisi Duryudana terhadap permintaan Pandawa akan hak mereka atas kerajaan Astina. Di tengah pembicaraan berlangsung, hadirlah pak Harmoko yang hendak menyampaikan aspirasi rakyat yang telah didapatkannya. Di sana disampaikan oleh Resi Drona dan Prabu Salya bahwa sebaiknya Prabu Duryudana berlaku layaknya raja yang bijak dengan berdamai dengan Pandawa dengan menyerahkan Astika atau mungkin bernegosiasi agar Astina dapat dibagi dua. Bahkan Prabu Salya akan menyerahkan Mandraka jika separuh Astina dirasakan oleh Kurawa masih kurang. Namun Basukarna justru menyindir Prabu Salya karena tidak bersifat ksatria mempertahankan negara Astina, tentu saja hal ini menyebabkan Prabu Salya berang.

Seperginya Raden Karna, datanglah Prabu Kresna menghadap dan menyatakan dirinya sebagai duta Pandawa. Ia telah mempersiapkan surat perjanjian, atau disebut juga pakta integritas, yang menawarkan perjanjian damai antara Kurawa dengan Pandawa. Gendari menyambut gembira karena Duryudana kemudian menandatanganinya. Sepeninggal Dewi Gendari, tak diduga Prabu Duryudana malah menyobek surat perjanjian itu dan bersikukuh untuk mempertahankan Astina bagi Kurawa.

Perlakuan Duryudana itu menyebabkan Kresna jengkel dan kemudian ia menciptakan ilusi seolah Duryudana melihat seribu panah Arjuna dan seribu kekuatan Bima di lengan kanan dan kiri Kresna. Duryudana kemudian pingsan. Prabu Salya yang tidak tertipu akan ilusi itu menyapa Kresna dan menanyakan akankah Baratayuda terjadi. Kresna sebagai titisan Wisnu yang weruh sadurunge winarah tentu mengetahui jawabannya tetapi menolak untuk menjawabnya. Tapi karena pancingan Prabu Salya, Kresna keceplosan mengatakan bahwa akan terjadi kekalahan pada Kurawa dan Pandawa sebagai pemenangnya.

Di luar istana, telah berkumpul para kerabat Kurawa. Harya Sengkuni, Raden Kartamarma, Raden Burisrawa dan saudara yang lain membicarakan akan adanya kereta Jaladara di alun-alun Astina. Burisrawa yang menjadi musuh bebuyutan Raden Setyaki mengetahui musuhnya sedang menunggui kereta tersebut segera saja diprovokasi oleh Sengkuni untuk menghampirinya.

Terjadilah pertarungan antara Burisrawa dengan Raden Setyaki. Di pertarungan satu lawan satu itu semakin lama Burisrawa semakin terdesak. Dan keluarlah sifat licik Kurawa yang kemudian beramai-ramai mengeroyok Setyaki.

Setyaki yang kewalahan kemudian lari menjumpai Prabu Kresna. Prabu Kresna yang tidak terima adik ipar kesayangannya dikeroyok tak terbendung lagi kemarahannya dan bertriwikrama menjadi raksasa sebesar gunung disebut Brahalasewu. Namun kemudian datang Bathara Surya mengingatkan bahwa tidak semestinya Kresna melakukan itu karena Baratayuda sudah menjadi kehendak Dewata dan jika Brahalasewu mengamuk di Astina semua Kurawa bisa mati dan memakan korban tidak bersalah dari rakyat Astina.

Di tempat lain, para Panakawan sedang bercanda ria mengiringkan kepergian bendaranya, Raden Arjuna, yang hendak menemui Prabu Kresna menanyakan hasil dari pirembugan dengan Kurawa.

Akan tetapi di tengah jalan, mucul Buta Cakil yang menghalangi langkah Raden Arjuna dan terjadilah perang kembang.

Cakil yang mati tertusuk kerisnya sendiri kemudian disusul oleh raksasa lainnya bertarung dengan Arjuna. Direntangkanklah panah Pasopati oleh Raden Arjuna membunuh raksasa yang menghalangi jalannya.

Raden Basukarna yang meninggalkan pasewakan di Astina dalam perjalanannya ditemui oleh ayah kandungnya, Bathara Surya, yang mewanti-wanti bahwa demi kemenangannya dalam perang Baratayuda agar berhati-hati dan jangan sampai memberikan pusaka yang tertanam dalam dirinya sejak lahir berupa anting-anting dan baju perang pusaka yang menempel di tubuhnya kepada siapa pun.

Sepeninggal Bathara Surya, tiba-tiba datanglah seorang pertapa tua yang meminta-minta. Karena terikat sumpah janjinya sebagai ksatria yang memberikan apapun yang diminta oleh brahmana, Karna kemudian menyerahkan pusaka yang diminta oleh pertapa tersebut. Ternyata pertapa itu jelmaan Bathara Indra. Dan baju perang yang tertanam di bawah kulit di atas daging Karna itu diambil sampai menetes-neteslah darah dari sekujur tubuh Basukarna.

Bergantian datang Prabu Karna kemudian meminta pusaka yang sama yang dimiliki oleh Karna. Tapi ternyata ia didahului oleh Bathara Indra.

Dewi Kunti sebagai ibu kandung dari Karna datang kemudian meminta agar Karna memihak pada Pandawa sebagai keluarga kandungnya. Tetapi bagi Karna seorang ibu bukanlah orang yang mengandung dan melahirkan, tetapi orang yang merawat dan membesarkan dirinya, bagi Karna Astinalah ibunya. Pingsan Dewi Kunti.

Kresna dan Setyaki yang mengetahui Dewi Kunti pingsan kemudian membawanya kembali pulang ke rumah para Pandawa. Dengan mengendarai kereta Jaladara, Setyaki menuju ke Amarta.

Tancep Kayon.

Pertunjukan berakhir sekitar pukul 12 malam, mungkin memang sudah pesan panitia bahwa wayangan malam itu tidak diadakan semalam suntuk sampai pagi.
Bagi saya, dan mungkin penonton yang lain, yang agak mengganggu pertunjukan adalah asisten dalang yang berambut kribo yang menghalangi pandangan penonton ketika ia mempersiapkan wayang ๐Ÿ™‚
Overall tentu saja cukup puas dengan pertunjukan malam itu, sudah agak lama tidak nonton wayang kulit.

1 thought on “Kresna Duta – Sujiwo Tejo”

  1. […] KRESNA, Wisnu penyelaras kehidupan di dunia tampil sebagai DUTA ketika Dewi Kunti dan Prabu Drupada gagal mengingatkan janji Kurawa mengembalikan Indraprasta dan Astina sigar semangka. Ternyata tidak cukup hanya didampingi Setyaki, Bathara Narada-Kaneka Putra, Bathara Janaka, Bathara Kanwa, dan Rama Parasu naik Kreta Jaladara mengikutinya sebagai saksi. Mereka kembali ke Kahyangan setelah Duryudana bersedia memenuhi janji Astina kembali kepada Pandhawa ketika Dewi Anggendari merajuk putranya untuk hidup rukun. https://astroboyz.wordpress.com/2014/02/09/kresna-duta-sujiwo-tejo/ […]

Leave a comment